Maaf Aku Tak Bisa Memberimu Lebih


Fitri mendekapkan tangannya di depan dada. Ia selalu merasa risih dan tak suka setiap Rizki membahas hubungan mereka.

Sudah berkali-kali Fitri menjelaskan pada Rizki bahwa ia tak bisa memberi lebih selain percakapan biasa. Ia tak mau melanggar ketentuan yang ada pada agamanya. Dan karena mereka menganut agama yang sama, seharusnya Rizki dapat memahami permintaan Fitri. Namun, pada kenyataannya Rizki masih belum mampu untuk memahami permintaanFitri.

“Kenapa sih kamu selalu meminta lebih? Sudah berkali-kali aku mengatakan padamu kalau aku tidak bisa melakukannya. Itu melanggar peraturan agama,” protes Fitri untuk yang kesekian kalinya.

Pandangannya lurus ke depan. Sungguh pemandangan yang terbentang di hadapannya saat ini. Lampi-lampu kota yang menyala di sekitar sungai berpadu dengan warna air yang gelap karena tak ada mentari yang menyinarinya. Perpaduan itu membuat pemandangan di depan matanya tampak cantik. Sayang, semua itu kontras dengan apa yang ia alami sekarang. Pemandangan cantik di depan sana sama sekali tak berpengaruh untuk pertemuannya kali ini. Begitu pula pada pertemuan-pertemuan sebelumnya, dan mungkin pertemuan selanjutnya.

“Aku cuma pengen kita lebih dekat. Cuma itu. Lagipula aku kan cuma minta pegangan tangan. Apa itu salah? Kita kan pacaran. Masa pegangan tangan aja gak boleh?” balas Rizki tak mau kalah.

“Kamu tahu tidak kalau itu dosa? Kita belum menikah. Berpegangan tangan itu termasuk zina,” jelas Fitri.

“Ya sudah, kita menikah saja,” kata Rizki asal. Kepalanya terasa hampir pecah. Jujur, sebenarnya ia tak pernah menginginkan pertengkaran dengan Fitri. Ia ingin hubungan mereka berjalan seperti beberapa pasangan di samping mereka yang sedang asyik memandangi sungai dengan jemari yang saling bertautan.

“Kau gila, ya?!”

Rizki tidak menanggapi ucapan yang baru saja Fitri lontarkan. Kakinya melangkah mendekati tepi sungai. Ia butuh sedikit kesegaran untuk pikirannya.

Beberapa saat kemudian Fitri ikut melangkah, menyusul Rizki.

“Kenapa kamu selalu memintaku untuk saling menautkan lengan dengan lengan? Bukankah aku sering memelukmu dengan do’a?” kata Fitri ketika ia telah kembali di samping Rizki.

Mata Fitri terus memandang Rizki. Sekilas ketika diam seperti ini Rizki tampak dingin. Namun, beberapa saat setelah ucapan Fitri berhenti, ia melihat sedikit tarikan pada bibir Rizki. Fitri tak tahu pasti apa arti di balik senyum itu, namun Fitri merasa itu sebuah pertanda bahwa hati Rizki mungkin mulai mampu menerima penjelasannya. 


With love,
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar