Aku melangkah pelan, tak tentu arah. Pikiranku masih
melayang pada keputusan yang kau buat kemarin malam. Semudah itukah kau
mengakhiri hubungan yang telah berlangsung 1 tahun lamanya?
Aku masih ingat pernyataan sayangmu kala fajar baru
menampakkan dirinya. Namun mengapa ketika fajar menghilang kau malah memutuskan
untuk benar-benar berhenti mengucapkan kata sayang itu?
Tiba-tiba mataku menangkap sosok gadis mungil nan imut yang
sedang berdiri di depan kelasnya. Terlihat ia sedang berbicara dengan seorang
pemuda yang berdiri di sampingnya. Pemuda itu terlihat jauh lebih tinggi dari
gadis mungil di sampingnya, namun aku tak mampu mengenali wajahnya dengan baik.
Walau hanya berjarak beberapa meter dari tempatku berdiri saat ini, aku tak
mampu mengenali wajah pemuda itu dengan jelas tanpa bantuan kacamata yang aku
tinggalkan di bangku tempatku menyerap ilmu.
Aku mencoba melangkahkan kaki, berharap dapat melihat wajah
pemuda tersebut lebih jelas walau tanpa kacamata minusku.
Seketika aku merasa tak lagi mampu untuk bernapas ketika
jarakku dengan pemuda itu serta gadisnya yang imut hanya tersisa beberapa
langkah. Pemuda itu… Dia pemuda yang kemarin masih menjadikan aku sebagai
kekasihnya.
Pikiranku kini mulai melayang pada gossip yang beredar bahwa
perasaanmu kini telah beralih padanya. Jadi… gosip itu benar, ya?
Mataku mendadak buram, tertutup oleh air mata yang siap
meledak kapan saja. Aku ingin lari dari sini. Aku tak mau mengetahui lebih
dalam seputar kenyataan pahit ini.
Cepat aku membelokkan kakiku, mecoba lari dari pemandangan
gelap di hadapanku. Aku harus pergi secepatnya dan mencari sinar terang agar
aku tak larut dalam kegelapan ini.
Tanpa sadar, badanku yang membelok dengan cepat membuatku
harus bertabrakan dengan seorang pemuda. Pemuda yang sedang aku harapkan
kehadirannya kembali di sisiku. Bagaimana bisa ia berada di hadapanku? Bukankah
ia tadi masih berbicara dengan gadis mungil yang mendiami sebelah kelasku?
“Maaf,” ucapku sembari menundukkan kepala.
Beberapa detik kemudian aku mengangkat kepala ketika tak
satupun kata kudengar. Aku menolehkan kepalaku, mencari ke mana gerangan pemuda
yang beberapa detik lalu baru saja bertabrakan denganku. Aku tercenggang ketika
mataku menangkap sosoknya sedang berjalan menuju tangga. Pemuda itu meninggalkanku
begitu saja.
Apakah aku telah membuat kesalahan besar padamu hingga kau
mengacuhkan permintaan maafku? Atau karena aku sekarang bukan lagi gadis yang
menduduki hatimu? Semudah itukah kau melupakanku? Atau memang seperti itulah
dirimu yang seebenarnya? Hm, entahlah. Aku rasa aku harus mulai melupakanmu dan
mencari sosok yang lebih baik darimu.
With love,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar